Thursday, January 15, 2009

heaven can be found anywhere ...

Kemaren, aku pulang kantor teng-go, perutku kembung dan badan rasanya nggreges. Nggak tau juga apakah karena maag kambuh, atau masuk angin. Walaupun rasanya ga menyenangkan, tapi aku males beli obat. Satu, aku jaraaaaang banget nenggak obat maag, makanya ga pernah tau merk yang bagus dan cocok untukku. Dua, yang lebih penting, kalo diminumin obat dan cepet sembuh, aku ga bisa cari pembenaran memanjakan diri tidur-tiduran dengan muka dipucat2in dan badan dilemes2in dengan alasan sakit .. hehe ..
Kebetulan Mama lagi ke luar kota sehingga rumah sepi (tau sendiri suara Mama yang menggelegar… hihi…). Fara sedang asik kerjain pe-er di depan tivi (ini niat ngerjain ato nonton videoklip). Setelah minum teh panas yang ga biasanya aku minta dikasih gula dikiiiit aja (thx to mbak endang, temen di Surabaya yang bikin aku biasakan minum the tanpa gula), mandiin Anggas, aku nunggu maghrib, kemudian ambil jaket dan sarung lalu meringkuk ‘kemulan’ di tempat tidur. Anggas mendekatiku perlahan. duduk di dekatku kemudian meletakkan kepalanya di bantal di sebalah kepalaku. Sumpah, aku sukaaaa banget ngeliat wajahnya yang lucu, pipinya yang halus, rambutnya yang lebat dengan anak2 rambut membentuk cambang kecil di dekat telinganya, mata bulat dan alis melengkung melihat mama-nya dalam kondisi yang ga biasa, dan bibir mungilnya menyimpan sejuta kata yang siap dilontarkan.
Entah untuk yang keseribu kalinya, aku sungguh bersyukur memiliki Anggas. Sehingga sebelum satu katapun terucap dari bibirnya, aku sudah berbisik,
“De, Dede adalah bintang Mama”
“Mbak Fara adalah bulan Mama”
“Dan Papa, adalah matahari Mama”
Anggas mengernyitkan kening.
“Maksud Mama, Dede, Mbak Fara dan Papa adalah orang2 yang sangat berarti buat Mama di dunia, dan cuma satu2nya, ga ada penggantinya. Bintang, bulan dan matahari adalah benda2 langit yang cuma satu2nya dan selalu bersinar untuk Mama.”
Anggas kembali mengangkat tinggi2 alisnya, siap memprotes. Maka aku kembali berkata,
“Dede adalah bintang kejora Mama. bintang yang paling indah cahayanya dibanding semua bintang lain.”
Kulihat senyum senang menari di wajah anakku.
“Coba, kalau Dede, mengumpamakan Mama sebagai apa ?”
Setelah berpikir sejenak, Anggas menjawab,
“Hmm… sebagai binatang.”
“Haa.. ? Kenapa ?”
“Iya, Dede sayaaaaaaaang banget ama binatang.”
“Jadi, Mama adalah anjing Dede, Mbak Fara adalah kuda Dede, dan Papa adalah rumah, rumah yang gede dengan halaman luas, tempat anjing dan kuda bisa main2 di sana ….”
Kami ketawa gelak2 ….
Fara masuk ke kamar, dan nimbrung ikut kemulan.
“Kalau Fara, emmm…. Mama adalah kebutuhan pokok Fara …”
Buset. Ni anak habis ngerjain pe er pelajaran apa ya, jadi ngomongin ttg kebutuhan pokok.
“Jadi, Mama adalah nasi Fara, Papa adalah sayuran buat Fara, dan Dede adalah buahnya…. hihihi …”
“Ups, ralat deng. Mama adalah televisi buat Fara” Fara tersenyum simpul penuh arti.
Kami saling berpelukan. seperti Teletubbies. Aku senang, dari obrolan spontan yang remeh temeh, aku bisa sedikit memahami apa arti aku sebagai Mama mereka. Dari pesta kecil di tempat tidur malam ini, aku makin nyadar ‘heaven can be found anywhere’… Anggas, melihatku sebagai seseorang yang layak dia sayangi, sedang Fara, melihatku sebagai seseorang yang ia butuhkan, sehingga layak disejajarkan dengan nasi, atau televisi, wakakakaa …. Kids never lie, do they ?
Akhirnya anggas nyeletuk,
“Mama masih sakit?”
Aku mengangguk, sok dilemah-lemahkan.
“Jangan dirasa2kan Ma, ntar kan hilang sendiri…” Ucapnya dengan mimik serius.
Astaga … Itu adalah ‘mantra’ yang tiap kali aku ucapkan padanya kalo dia mengeluh sariawan, sakit perut, pusing, atau keluhan2 ringan lainnya. Another friendly fire, I think … hehehe…

No comments: