Ini ide rada sinting. Tapi kudu diwujudkan. Apa salahnya sekali-kali korupsi waktu ots untuk kesenangan pribadi. Kalo mo cari pembenaran ya anggap aja nambah wawasan dan (siapa tau) kenalan untuk dijadikan prospek pasar tahun depan. Toh bukan ke mall seperti yang dilakukan rekan2 lain, he he …
Ada Jiffest dalam beberapa hari ke depan. Aku dah lama banget pengen nonton film festival, yg konon kata seorang teman beda ama film2 komersial biasa. Kalo aku yang awam ini sih, masih percaya semua film tu tergantung ketenaran pemainnya. So, ogah banget nonton film yg ga jual bintang. kecuali memang terbukti telah dapet penghargaan.
Berniat ngebuktiin, aku merealisasikan kejahatan terencana ini Jumat lalu. Ada jadual di Erasmus Huis. Judulnya Cherry Blossom – Hanami. So, bersama Olive, temen kantor yang di mejanya sering berserakan novel dan tiap ke mall yang dicari adalah DVD, aku ots ke Cabang, pura2 minta rekening Koran, kemudian agenda berikutnya… yup ! bersenang-senang ke komunitas Londo di daerah Kuningan.
Kami dating lebih awal. Perut belum diisi karena kuatir ga kebagian tiket. Ternyata ada Café H.E.M.A (ga ngerti juga artinya, atau singkatan apa ya ? “Holland something kali….”). Baca menu, pokoknya pilih yang ejaannya ada bau2 Kumpeni-nya geto, he he … akhirnya aku pilih Poffertjes with ice cream dan Olive pilih Pannekoek with maple syrup. Biar rada nendang, Olive nambah Bitterballen with mayonnaise sedang aku, atas saran Olive milih zuppa2 soup. Untuk minum Olive pilih menghirup Holland Tea dan aku Holland Juice (mix, ga jelas apa aja isinya, pokoknya Huup Holland ! hihihi … ) Tempatnya lumayan cozy, dengan kanan kiri terdengar tante2, oma2, ngobrol dengan bertaburan ekke, yey, ney, wuaaah … kalo ga ngeliat keluar kaca jendela ga berasa lagi di Kuningan deh, he he … Norak ya ... biariiinn...
Ada pameran lukisan Paul Husner dengan tema “From Batavia to Jakarta”, pengen banget liat tapi kami tunda karena film segera dimulai. Ternyata seat ga penuh. Kali karena hari kerja, jam 14.30 pula … siapa juga yang bisa minggat jam segitu dari aktivitas kantor kecuali kami, bidadari2 kesasar dari BSD … he he …
Diawali dengan gambar yang indah. Pemandangan cantik sebuah pedesaan. Bebek, kincir, kucing, bunga tulip, tali dipenuhi jemuran pakaian dengan background musik Londo banget. Perlahan seluruh asumsiku tentang film dan bintang beken rontok. Satu-satu. Malu-malu. Buset, ini film bagus banget !!
Setting di Berlin dan Tokyo. Kisah mengharukan. Adegan yang ga rumit blas. Diambil dari kacamata orang biasa. Hals sederhana dalam kehidupan sehari-hari yang diangkat dan menjadi sesuatu yang terasa ‘sweet’ secara natural. Hals remeh yang ga bakal terekam dalam pembuatan film komersial umumnya. Luar biasa !
Ceritanya tentang hubungan suami dan istri, orang tua dan anak, kakak dan adik, dan persahabatan, human loves human : tanpa mengenal perbedaan usia. Seorang suami ditinggal mati istrinya dalam perjalanan mereka menengok anak2 mereka yang masings sudah punya kehidupan sendiri di kota dan cenderung merasa terganggu dengan kunjungan orang tuanya. Sepeninggal istrinya yang sangat care dan sangat mencintainya itu (‘mencintainya’, bukan ‘dicintainya’) sang suami merasa kehilangan yang besar (one thing pop up to my mind is a quetion, just a simple question : adakah kehilangan sebesar itu akan dirasakan aku atau bojoku bila saatnya tiba kelak ? hiks ...) dan berniat mewujudkan keinginan istrinya untuk melihat Gunung Fuji di Jepang. Si istri ini tadinya adalah seorang Butoh Dancer (butoh = tarian Jepang) namun selama perkawinan mereka ga dapet kesempatan untuk mengembangkan diri. Seorang anak mereka (kesayangan sang istri) bekerja di Tokyo dan sang suami akhirnya memutuskan mewujudkan obsesi istrinya, terbang ke Tokyo bersama ‘sweater, kalung, dan kimono istrinya’ dengan tujuan memperlihatkan bunga sakura dan gunung Fuji pada ‘benda2 milik istrinya’ tersebut. Di Tokyo, tidak mendapat perhatian dari anaknya yang disibukkan oleh pekerjaan, si babe akhirnya berkenalan di sebuah taman dengan seorang butoh dancer berusia 18 tahun, pramuwisma yang baru ditinggal mati bundanya. Mereka bersahabat dan sempat melihat Gunung Fuji sebelum sang suami meninggal dalam kostum tari istrinya dan dandanan seorang Butoh Dancer.
Beberapa adegan sangat natural. Coba lihat cucu yang mijitin Kakeknya sampe merasa capek dan sebagai tanda terima kasih dihadiahin duit receh ama Neneknya sambil menaruh jari di bibir agar merahasiakan dari kakeknya. Ketika sang Kakek membalikkan badan, sang cucu menyembunyikan duit tsb dan sang Nenek menyembunyikan dompetnya, serempak ke ketiak masings… hihihi … Atau cucu2 yang sibuk dengan gameboy masings di tangan tanpa mempedulikan kakek neneknya yang baru masuk rumah dijemput ayahnya dari stasiun kereta…. Well, every child is just the same everywhere in the world … he he …
Adegan manis lain … ketika suami istri tersebut jalan-jalan melihat laut, cuaca sangat berangin dan sang suami lupa ga pake jaket. Sang istri melepas satu lengan sweaternya, memakaikannya ke satu tangan suaminya sehingga mereka memandang laut dalam balutan satu sweater berdua… so sweet …..
Banyak adegan lain begitu mengharukan. Coba lihat ketika sang ibu sedang menyeterika dan karena kangen pada anaknya di Jepang menitikkan air mata di atas sapu tangan yang segera dikeringkan dengan seterikanya… Jujur, aku pernah mengalami kejadian persis seperti itu… hiks …
Atau ketika sang ayah mencoba memasakkan sarapan dan bekal ke kantor untuk anaknya, persis seperti yang setiap hari disiapkan istrinya untuknya. Cabbage roll, kentang dan sebuah apel. “Your Mom’s recipe” katanya dan betapa anaknya tiba2 tersedu2 memakan sarapan tersebut. Dan malamnya, sepulang dari kantor anaknya mengeluarkan bekal apel yang belum dimakan hari itu, persis yang dilakukan sang ayah terhadap bekal yang dibawakan sang ibu setiap hari. “An apple a day, keep the doctor away” kata istrinya selalu…
Atau ketika sang suami berusaha menjelaskan apa itu cabbage roll kepada sahabat barunya si gadis butoh dancer. Akhirnya mereka menemukan contoh yang tepat dengan masings menggulung badan dengan tikar plastic tempat mereka leyeh2 di taman dari kedua sisi tikar yang berbeda hingga bertemu di tengah2. Diambil dari atas, jadi lucu banget ngeliatnya, kayak acara Jepang, Masquerade di teve itu lho. Dan sedihnya, setelah pembakaran jasad sang ayah, gadis butoh dancer itu menunjukkan buku menu yang ada gambar cabbage roll-nya kepada sang anak sembari membisikkan “Your father and your mother”…
Dan yang paling mengharukan adalah ketika di Tokyo sang suami selalu memakai sweater, kalung dan rok hitam polka dot istrinya di balik mantel panjangnya. Dengan cara itu dia ‘mengajak istrinya’ sightseeing around Tokyo, nikmati indahnya Sakura, bahkan meletakkan kimono istrinya di sampingnya dengan posisi yang sama tatkala merebahkan diri di tempat tidur setiap malam, seakan2 mereka masih selalu tidur berdua. Sedih ga sih…
Pengen ngajak Mama nonton, yakin perasaan Mama pasti bakal terobok-obok inget alm Papa kalo liat film ini. Tapi sulitnya anak2 ga bisa diajak, ada adegan 17 tahunnya … aku mo bilang apa kalo Fara liat adegan sang ayah nonton striptis dan dimandiin dua gadis telanjang walau akhirnya termehek2 keluar bathroom tanpa menikmati blas… atau adegan cium bibir salah seorang anak perempuan mereka dengan pasangan lesbinya ? Btw, pasangan lesbi si anak ni cantik banget dengan rambut panjang blonde-nya (walau gayanya tomboy dan tampaknya berperan sbg ‘sang lelaki’) dan baek banget lho. Satu2nya yang ikhlas nganterin mereka muter2 kota, satu2nya yang mengapresiasi dan sediakan tissue untuk sang ibu waktu terharu nonton butoh dancing, dan satu2nya yang hadir menemani sang ayah saat penanaman gentong abu jasad alm sang ibu di desanya…
Suer... what a beautiful movie ! Agenda berikutnya dengan mbak Olive adalah … nonton pameran foto World Press minggu depan di Pacific Place … he he … Can’t wait ….