Monday, December 15, 2008

Celebrating Indonesian Cinema-goers... (Jiffest 2008 Pt. 2)

Memasuki tahun 2000-an kita melihat perkembangan yang menggembirakan dalam industri film Indonesia. Film-film Indonesia saat ini ditonton sebanyak 3 sampe 5 kali lipat jumlah penonton Indonesia pada awal 1990-an. Wiii... hebat ya...
Film Indonesia mulai menunjukkan lagi 2 faktor terpenting dalam suatu industri : tumbuhnya bakat-bakat pembuat film baru dan penonton yang berdatangan kembali ke bioskop untuk film Indonesia.
Kesepuluh film Indonesia yang diputar di Jiffest – yang merupakan 10 film Indonesia terlaris selama sepuluh tahun terakhir - mengumpulkan antara 1.3 sd >4 juta penonton di bioskop. Sekedar perbandingan naïf, kalo satu kursi DPR RI harus didukung 300 ribu pemilih, maka lewat jumlah penontonnya aja setiap film tsb bisa punya antara 5 sd 18 wakil di DPR.... hehe ..
Sepintas ini seperti lelucon. Tapi menonton film dan ikut Pemilu sama-sama melibatkan peristiwa memilih yang berlatar selera dan kecenderungan ideologis, hihi ... mgkn itu sebabnya sejak tahun lalu Presiden dan calon2 anggota parlemen Indonesia beramai-ramai menonton film (
Lisabona Rahman (Kineforum) & Eric Sasono (YMMFI))
Tapi benarkah celebrating Indonesian cinema goers ini adalah perayaan telah bangunnya kembali sinema Indonesia dari tidur panjangnya ? Pls jawab setelah menyimak judul2 yang belakangan marak dibioskop kota anda : Mas Suka Masukin Aja, Kawin Kontrak Lagi, Kutunggu Jandamu, atau Merem Melek … Hmmm … Are you sure ?
My mother always said don't marry for money, divorce for money. Wendy Liebman

dari World Press Photo 08 ...

Mencekam. Merinding. Menggetarkan. Melongo. Takjub. Terpana. Tercekat. Terhipnotis. Tersepona. Klepek-klepek. Kalau bukan Anggas yang narik2 bajuku minta pulang, mau rasanya berhari2 ngendon di Pacific Place sampe pamerannya ditutup. Fara sudah mulai bisa menikmati. Walau kesulitan dengan narasi yang hanya dalam bahasa inggris shg selalu minta penjelasan dariku, yang sama aja meraba2nya hehe … It’s okay, artinya dia tertarik bukan hanya pada keindahan gambarnya tapi juga pada cerita di balik semua foto yang seolah2 berteriak memanggil kami … thx God we’re here in Pacific Place in Dec 14th 2008 at 5 pm, feeling an amazing experience…
Ada 185 prizewinning pictures yang ditampilkan, dibagi dalam kategori spot news, general news, people in the news, sports action, sports feature, contemporary issues, daily life, portaraits, arts n entertainment, dan nature…
Satu yg aku gak mudheng adalah salah satu foto pemenang pertama penghargaan untuk kategori spot news dengan judul ‘Assasination of Benazir Bhutto’ di Rawalpindi, Pakistan Des 2007. Fotonya burem banget, guelaaap, ga jelas fokusnya apa, hanya sosok2 orang yang amat sangat kabur. Kali yang dinilai kenekatan fotografernya saat pengambilan foto dalam kondisi kekacauan pembunuhan dan ledakan bom.
Yang bikin seneng adalah ga seperti yg aku duga, kita ga dilarang motret. Nyeseeeeel banget ga bawa kamera dari rumah, akhirnya cuma ngambil bbrp foto pake HP, sekalipun ada pantulan cahaya di setiap hasilnya. Banyak yang foto2 juga dengan latar belakang foto2 pameran tsb. Karena ‘akeh tunggale’ ya kami nekat foto2 juga…. hehe … yang ajaib, ada pengunjung yang asik foto2 juga, tapi dengan background billboard iklan parfum gede di mall itu …. wakakaka … turis, kale …
About World Press Photo :
WPP is run as an independent, non-profit organization with its office in Amsterdam, where WPP is founded in 1955.
First n foremost, WPP is known for organizing the world’s largest n most prestigious annual press photography contest. Prizewinning photograph are assembled into a traveling exhibition that is visited by over 2 million people in some 45 country worldwide. A year book presenting all prizewinning entries is punlished annually in 6 languages.
WPP has 2 corporate sponsors worldwide – Canon n TNT – n receives support from Dutch Postcode Lottery. The mix in sources of financing helps guarantee the organization’s independence.
Board staff berasal dari berbagai negara dan latar belakang. Kebanyakan fotografer dan orang media, tapi ada juga yang duta besar, CEO Unilever, n lawyer. Tapi there’s no Indonesian. And there’s no Om Si(git Pra)mon(o)… hehe …
Surya Paloh dalam foreword-nya selaku chairman of media group yg host eksibisi ini mengatakan : “… Human are highly visual creatures. We rely on our eyes more than any other sense. Visual communication plays a big part in conveying information to an audience…Photojournalist from all over the world play a large contribution to our awareness of our own surroundings…”
Sedang
Nikolaos van Dam (apanya Van Damme bintang fave bojoku ya? hehe..), dubes Netherlands bilang : “… Freedom of press is a vital condition for the implementation of human rights. I wish the spectators an unforgettable, informative experience…”
.








primitive bungy jumping

























































































hipnotis teve all over the world ...



























































gadis kecil korban incest sdg antri konseling
















seorang gadis sdg menanti giliran aborsinya yang kedua











seorang gadis di tempat praktek aborsi
































































seekor beruang kutub tewas dgn panah di lehernya.







































ritual2 utk menghilangkan 'madness' ala amerika latin...
















































Tuesday, December 9, 2008

Ketika dua bidadari BSD kesasar di Holland ...

Ini ide rada sinting. Tapi kudu diwujudkan. Apa salahnya sekali-kali korupsi waktu ots untuk kesenangan pribadi. Kalo mo cari pembenaran ya anggap aja nambah wawasan dan (siapa tau) kenalan untuk dijadikan prospek pasar tahun depan. Toh bukan ke mall seperti yang dilakukan rekan2 lain, he he …
Ada Jiffest dalam beberapa hari ke depan. Aku dah lama banget pengen nonton film festival, yg konon kata seorang teman beda ama film2 komersial biasa. Kalo aku yang awam ini sih, masih percaya semua film tu tergantung ketenaran pemainnya. So, ogah banget nonton film yg ga jual bintang. kecuali memang terbukti telah dapet penghargaan.
Berniat ngebuktiin, aku merealisasikan kejahatan terencana ini Jumat lalu. Ada jadual di Erasmus Huis. Judulnya Cherry Blossom – Hanami. So, bersama Olive, temen kantor yang di mejanya sering berserakan novel dan tiap ke mall yang dicari adalah DVD, aku ots ke Cabang, pura2 minta rekening Koran, kemudian agenda berikutnya… yup ! bersenang-senang ke komunitas Londo di daerah Kuningan.
Kami dating lebih awal. Perut belum diisi karena kuatir ga kebagian tiket. Ternyata ada Café H.E.M.A (ga ngerti juga artinya, atau singkatan apa ya ? “Holland something kali….”). Baca menu, pokoknya pilih yang ejaannya ada bau2 Kumpeni-nya geto, he he … akhirnya aku pilih Poffertjes with ice cream dan Olive pilih Pannekoek with maple syrup. Biar rada nendang, Olive nambah Bitterballen with mayonnaise sedang aku, atas saran Olive milih zuppa2 soup. Untuk minum Olive pilih menghirup Holland Tea dan aku Holland Juice (mix, ga jelas apa aja isinya, pokoknya Huup Holland ! hihihi … ) Tempatnya lumayan cozy, dengan kanan kiri terdengar tante2, oma2, ngobrol dengan bertaburan ekke, yey, ney, wuaaah … kalo ga ngeliat keluar kaca jendela ga berasa lagi di Kuningan deh, he he … Norak ya ... biariiinn...
Ada pameran lukisan Paul Husner dengan tema “From Batavia to Jakarta”, pengen banget liat tapi kami tunda karena film segera dimulai. Ternyata seat ga penuh. Kali karena hari kerja, jam 14.30 pula … siapa juga yang bisa minggat jam segitu dari aktivitas kantor kecuali kami, bidadari2 kesasar dari BSD … he he …
Diawali dengan gambar yang indah. Pemandangan cantik sebuah pedesaan. Bebek, kincir, kucing, bunga tulip, tali dipenuhi jemuran pakaian dengan background musik Londo banget. Perlahan seluruh asumsiku tentang film dan bintang beken rontok. Satu-satu. Malu-malu. Buset, ini film bagus banget !!
Setting di Berlin dan Tokyo. Kisah mengharukan. Adegan yang ga rumit blas. Diambil dari kacamata orang biasa. Hals sederhana dalam kehidupan sehari-hari yang diangkat dan menjadi sesuatu yang terasa ‘sweet’ secara natural. Hals remeh yang ga bakal terekam dalam pembuatan film komersial umumnya. Luar biasa !
Ceritanya tentang hubungan suami dan istri, orang tua dan anak, kakak dan adik, dan persahabatan, human loves human : tanpa mengenal perbedaan usia. Seorang suami ditinggal mati istrinya dalam perjalanan mereka menengok anak2 mereka yang masings sudah punya kehidupan sendiri di kota dan cenderung merasa terganggu dengan kunjungan orang tuanya. Sepeninggal istrinya yang sangat care dan sangat mencintainya itu (‘mencintainya’, bukan ‘dicintainya’) sang suami merasa kehilangan yang besar (one thing pop up to my mind is a quetion, just a simple question : adakah kehilangan sebesar itu akan dirasakan aku atau bojoku bila saatnya tiba kelak ? hiks ...) dan berniat mewujudkan keinginan istrinya untuk melihat Gunung Fuji di Jepang. Si istri ini tadinya adalah seorang Butoh Dancer (butoh = tarian Jepang) namun selama perkawinan mereka ga dapet kesempatan untuk mengembangkan diri. Seorang anak mereka (kesayangan sang istri) bekerja di Tokyo dan sang suami akhirnya memutuskan mewujudkan obsesi istrinya, terbang ke Tokyo bersama ‘sweater, kalung, dan kimono istrinya’ dengan tujuan memperlihatkan bunga sakura dan gunung Fuji pada ‘benda2 milik istrinya’ tersebut. Di Tokyo, tidak mendapat perhatian dari anaknya yang disibukkan oleh pekerjaan, si babe akhirnya berkenalan di sebuah taman dengan seorang butoh dancer berusia 18 tahun, pramuwisma yang baru ditinggal mati bundanya. Mereka bersahabat dan sempat melihat Gunung Fuji sebelum sang suami meninggal dalam kostum tari istrinya dan dandanan seorang Butoh Dancer.
Beberapa adegan sangat natural. Coba lihat cucu yang mijitin Kakeknya sampe merasa capek dan sebagai tanda terima kasih dihadiahin duit receh ama Neneknya sambil menaruh jari di bibir agar merahasiakan dari kakeknya. Ketika sang Kakek membalikkan badan, sang cucu menyembunyikan duit tsb dan sang Nenek menyembunyikan dompetnya, serempak ke ketiak masings… hihihi … Atau cucu2 yang sibuk dengan gameboy masings di tangan tanpa mempedulikan kakek neneknya yang baru masuk rumah dijemput ayahnya dari stasiun kereta…. Well, every child is just the same everywhere in the world … he he …
Adegan manis lain … ketika suami istri tersebut jalan-jalan melihat laut, cuaca sangat berangin dan sang suami lupa ga pake jaket. Sang istri melepas satu lengan sweaternya, memakaikannya ke satu tangan suaminya sehingga mereka memandang laut dalam balutan satu sweater berdua… so sweet …..
Banyak adegan lain begitu mengharukan. Coba lihat ketika sang ibu sedang menyeterika dan karena kangen pada anaknya di Jepang menitikkan air mata di atas sapu tangan yang segera dikeringkan dengan seterikanya… Jujur, aku pernah mengalami kejadian persis seperti itu… hiks …
Atau ketika sang ayah mencoba memasakkan sarapan dan bekal ke kantor untuk anaknya, persis seperti yang setiap hari disiapkan istrinya untuknya. Cabbage roll, kentang dan sebuah apel. “Your Mom’s recipe” katanya dan betapa anaknya tiba2 tersedu2 memakan sarapan tersebut. Dan malamnya, sepulang dari kantor anaknya mengeluarkan bekal apel yang belum dimakan hari itu, persis yang dilakukan sang ayah terhadap bekal yang dibawakan sang ibu setiap hari. “An apple a day, keep the doctor away” kata istrinya selalu…
Atau ketika sang suami berusaha menjelaskan apa itu cabbage roll kepada sahabat barunya si gadis butoh dancer. Akhirnya mereka menemukan contoh yang tepat dengan masings menggulung badan dengan tikar plastic tempat mereka leyeh2 di taman dari kedua sisi tikar yang berbeda hingga bertemu di tengah2. Diambil dari atas, jadi lucu banget ngeliatnya, kayak acara Jepang, Masquerade di teve itu lho. Dan sedihnya, setelah pembakaran jasad sang ayah, gadis butoh dancer itu menunjukkan buku menu yang ada gambar cabbage roll-nya kepada sang anak sembari membisikkan “Your father and your mother”…
Dan yang paling mengharukan adalah ketika di Tokyo sang suami selalu memakai sweater, kalung dan rok hitam polka dot istrinya di balik mantel panjangnya. Dengan cara itu dia ‘mengajak istrinya’ sightseeing around Tokyo, nikmati indahnya Sakura, bahkan meletakkan kimono istrinya di sampingnya dengan posisi yang sama tatkala merebahkan diri di tempat tidur setiap malam, seakan2 mereka masih selalu tidur berdua. Sedih ga sih…
Pengen ngajak Mama nonton, yakin perasaan Mama pasti bakal terobok-obok inget alm Papa kalo liat film ini. Tapi sulitnya anak2 ga bisa diajak, ada adegan 17 tahunnya … aku mo bilang apa kalo Fara liat adegan sang ayah nonton striptis dan dimandiin dua gadis telanjang walau akhirnya termehek2 keluar bathroom tanpa menikmati blas… atau adegan cium bibir salah seorang anak perempuan mereka dengan pasangan lesbinya ? Btw, pasangan lesbi si anak ni cantik banget dengan rambut panjang blonde-nya (walau gayanya tomboy dan tampaknya berperan sbg ‘sang lelaki’) dan baek banget lho. Satu2nya yang ikhlas nganterin mereka muter2 kota, satu2nya yang mengapresiasi dan sediakan tissue untuk sang ibu waktu terharu nonton butoh dancing, dan satu2nya yang hadir menemani sang ayah saat penanaman gentong abu jasad alm sang ibu di desanya…
Suer... what a beautiful movie ! Agenda berikutnya dengan mbak Olive adalah … nonton pameran foto World Press minggu depan di Pacific Place … he he … Can’t wait ….

Selalu ada sebuah pagi yang indah di hari Sabtu...

Setiap Sabtu ada sebuah pagi yang indah. Melawan malas, menyesali jam tidur yang terlalu banyak tadi malam, memaki setan2 kecil bertanduk yang terbang menari-nari membisikkan mantra di dekat telingaku dan telah membatalkan niat muliaku sholat Tahajud, berkelahi dengan keinginan berlama-lama membaca pending Kompas Jumat, putus asa menghitung jumlah artikel menarik yang belom kebaca sementara jarum pendek jam dinding rasanya makin cepat aja menggeser tubuhnya yang ramping mendekati angka enam, berupaya enggak terpaku di depan Metro Pagi sambil nyeruput susu milo buatan Mama, berjingkat-jingkat agar enggak sampe bangunin Anggas kecilku yang masih ngowoh di balik selimut yang begitu melek selalu ditendangnya dengan kaki-kaki gendutnya, naik ke kamar atas mencari kaos kaki yang entah kenapa selalu lupa aku titipkan di lemari abu-abu bawah tangga punya anakku sehingga pas mau pakai sepatu selalu harus naik tangga ke kamar atas lagi untuk mengambilnya, mendengarkan pidato pagi Mama kepada Nurul asisten pribadinya untuk agenda hari itu….
Setiap Sabtu ada sebuah pagi yang indah.
Ketika aku berhasil melalui semua rintangan berat itu, dan melangkah dengan sepatu olah raga yang solnya sudah dua kali dilem ibuku sepanjang tiga bulan ini (sudah waktunya diganti, hampir seumur Fara anakku, tapi masih mati-matian dipertahankan oleh ibuku, curiganya agar beliau punya kado istimewa di ultahku bulan depan) menuju jalan aspal mulus komplek yang menyenangkan itu. Tiga dari empat Sabtu dalam sebulan, biasanya dalam 1 menit aku akan kembali ke depan pintu rumah, berteriak pada Fara agar mengambil jam tanganku yang tertinggal yang aku butuhkan untuk hitung 20 menit non-stop waktu lari pagiku.
Setiap Sabtu ada sebuah pagi yang indah.
Menghirup udara segar, menyapa satu dua tetangga yang berpapasan yang tidak pernah aku kenal betul namanya, membalas teguran Satpam yang berkeliling, mengamati wajah bayi atau balita yang tergeletak pasrah di kereta dorongnya ditemani baby sitter yang sibuk dengan hp-nya, mengagumi warna2 segar sayur dan berjenis-jenis kerupuk kampung dagangan tukang sayur keliling yang mangkal di dekat pagar komplek, melamunkan semua kejadian sepanjang minggu lalu dan membayangkan semua kejadian serta problem yang mungkin menyertainya sepanjang minggu depan. Hals yang manis, yang nyebelin, mondar-mandir di otakku sementara aku ga bosan-bosannya memandangi daun pohon asem yang berbaris rapi di sepanjang pagar komplek dan …. ups ! aku menabrak sesuatu !
Sebuah kepompong. Dengan ukuran sangat minimalis. Namun setelah aku perhatikan, ternyata ada banyak sekali bergantung2 dengan benang halusnya dari dahan2 pohon asem. Bahkan menempel di sepanjang dinding pagar. Mungkin itu sebabnya Fara sering menemukan kotoran di rambutku setelah lari pagi. Kepompong. Hmmm… Langsung terngiang-ngiang lagu Persahabatan Bagai Kepompong yang beberapa hari ini diputar tiap pagi oleh Pak Toni temen sekantor. Aku suka banget liriknya. Sederhana, manis, dan rada2 Déjà vu buatku, he he ..
Kulihat Anggas menyusulku di kelokan dekat rumah. Kuajak dia melihat sahabat baruku, kepompong2 imut yang bergelantungan struggling for their life di pohon2 itu. Kuminta dia memperhatikan daun2 pohon yang menguning. Karena Senin adalah Idul Adha dan Anggas berkali-kali menyebut term baru ‘Qurban’ tanpa memahami maknanya, kucoba mencontohkan dia sekenanya arti sebuah pengorbanan, dari pohon yang daunnya meranggas di makan ulat. Demi kelangsungan hidup ulat, pohon ikhlas melakukan pengorbanan (matching ga ya, contohnya ? he he …). Kujelaskan bahwa ga semua kepompong itu akhirnya berhasil menjadi kupu-kupu. Lihat saja berapa yang nyangkut di rambut Mama setiap minggu dan hidupnya berakhir di keranjang sampah. Dan celoteh serta khayalan kami terus berlanjut.
“Dari sepuluh, paling cuma lima yang jadi kupu2.”
“Ih, kasian dong.”
“Kira-kira kalau jadi kupu2 semua, gimana ?”
“Komplek akan penuh dengan kupu2 kecil”
“Kita ga bisa buka pintu rumah, karena udara dipenuhi kupu2 kecil dan mereka akan menyerbu masuk begitu pintu dibuka.”
“Kita ga bisa keluar naik mobil, karena jendela mobil akan dihinggapi ribuan kupu2 sampe kita ga bisa liat jalan.”
“Apa sih Ma, binatang pemangsa kupu2 ?”
“Hmmm… Burung kali ya.”
“Kalo gitu kita harus punya burung2an mainan di mobil Ma, jadi kupu2 akan takut melihatnya dan menjauhi mobil kita.”
“Anak pintar.”
“Yes ! Dedek menang… “
Anggas terlihat antusias dan senang bisa solving the problem dengan ide mainan burung2annya. Aku juga senang. Menikmati wajahnya yang bersemu merah karena hangat matahari pagi. Menghapus tetes2 keringat di dahinya ketika wajah curious-nya menatap lekat2 benang2 kepompong yang berkilauan keemasan tertimpa sinar matahari. Kalo dah gini aku ga habis pikir... gimana mungkin Ibrahim sanggup hendak menyembelih Ismail ? (hehe ... that's why you are not chosen as Nabi Yud ...) Beberapa hal yang bisa aku renungkan.
Pertama, selalu ada solver buat setiap problem. You’ve gotta believe it. Bahkan pemikiran sederhana seorang Anggas membuktikannya. Kedua, ga semua kepompong bisa mengubah ulat menjadi kupu2. Demikian pula persahabatan. Persahabatan bagai kepompong. Hal yang tak mudah berubah jadi indah. Persahabatan bagai kepompong. Maklumi teman, hadapi perbedaan. After all, aku sungguh berharap, semoga semua kepompong persahabatanku, bisa mengubah ulat menjadi kupu2….. menjadi sesuatu yang indah, sama seperti harapan sekaligus keyakinanku bahwa akan selalu ada sebuah pagi yang indah di setiap Sabtu-ku. Aaaamiiinn ….